Bitcoin bukan lagi sekadar aset digital berisiko tinggi yang hanya dilirik investor nekat.
Dunia kini menyaksikan lonjakan kepercayaan terhadap Bitcoin sebagai komponen strategis dalam portofolio keuangan korporasi hingga negara.
Anthony Leong, pakar digital sekaligus Ketua BPP HIPMI Bidang Sinergitas BUMN dan Danantara, menyatakan bahwa dunia tengah berada di titik balik adopsi Bitcoin secara serius.
“Dulu hanya dianggap spekulatif, kini Bitcoin masuk neraca perusahaan global dan bahkan jadi cadangan strategis negara,” ujar Anthony dalam pernyataannya resmi yang diterima redaksi bantenlive.com, Minggu 22 Juni 2025.
Ia mencontohkan langkah fenomenal Metaplanet, perusahaan properti asal Jepang yang mengumumkan rencana mengakumulasi hingga 210.000 BTC senilai lebih dari 22 miliar dolar AS.
Strategi ini terbukti mujarab—harga saham Metaplanet meroket lebih dari 8.000 persen dalam dua tahun terakhir. Ini bukan kebetulan, melainkan sinyal kuat bahwa Bitcoin kini menjadi “pelindung nilai” menghadapi inflasi dan krisis ekonomi global.
Tak kurang dari 130 perusahaan publik dunia, seperti MicroStrategy, Tesla, Galaxy Digital, hingga Block Inc, kini menyimpan Bitcoin sebagai bagian dari strategi keuangan jangka panjang.
“Ini bukan lagi eksperimen individu, tapi keputusan berbasis analisis risiko mendalam,” tegas Anthony.
Fenomena ini turut menggugah institusi keuangan konvensional. BBVA Switzerland, misalnya, telah merekomendasikan klien kaya mereka mengalokasikan 3–7 persen portofolio ke Bitcoin dan Ethereum.
Bila bank konservatif saja mulai memandang kripto sebagai instrumen investasi, maka jelas dunia finansial sedang mengalami revolusi diam-diam namun pasti.
Kekuatan Bitcoin pada Teknologi Blockchain
Namun kekuatan utama Bitcoin tak hanya terletak pada kelangkaannya, tapi juga pada teknologi blockchain yang mendasarinya. Blockchain memberikan sistem pencatatan yang terdesentralisasi, transparan, dan tahan manipulasi.
“Inilah pondasi keuangan masa depan—sistem tanpa otoritas tunggal namun tetap akuntabel,” jelas Anthony.
Pandangan ini juga diperkuat dengan langkah berani El Salvador yang menjadikan Bitcoin sebagai alat pembayaran resmi negara.
Sementara itu, Amerika Serikat diam-diam memegang lebih dari 200.000 BTC hasil penyitaan, menjadikannya salah satu pemilik institusional Bitcoin terbesar di dunia. “Langkah AS ini bukan sekadar kebetulan, ini strategi yang sangat terukur,” ujar Anthony.
Meski demikian, Bitcoin bukan tanpa risiko. Volatilitas harga, ketidakjelasan regulasi, hingga minimnya edukasi publik masih menjadi tantangan besar.
Namun bagi investor yang memahami pasar dan memiliki strategi, Bitcoin bukan sekadar pilihan—melainkan keharusan dalam diversifikasi aset.
Saat ini, harga Bitcoin bertengger stabil di atas US$105.000, bahkan ketika dunia dihantam ketegangan geopolitik dan pengetatan moneter.
Banyak analis menyebutnya sebagai “safe haven digital”, karena mulai meniru peran emas sebagai pelindung nilai di masa ketidakpastian.
Bitcoin telah bertransformasi. Dari aset pinggiran menjadi ujung tombak strategi keuangan masa depan. Dan saat korporasi dan negara mulai mengakui kekuatannya, pertanyaannya: apakah Anda masih akan mengabaikannya?
Tinggalkan Balasan